2
Kamu tidak akan pernah tau, siapa sebenarnya yang telah disiapkan untukmu oleh takdir..
Bisa saja, dia adalah orang yang muncul dihadapanmu saat mulutmu terbuka lebar-lebar untuk menelan semua makananmu..
Rika mendadak muncul dihadapan Flo. Saat Flo sedang sibuk mengetik perbaikan skripsi yang harus dia serahkan ke dosen pembimbingnya siang ini. Jam dinding kamar Flo baru menunjukkan pukul 10 pagi. Bahkan Flo belum mandi dan sarapan pagi. Sejak bangun pagi tadi, dia langsung membuka laptopnya. Membuat jemarinya langsung menari di atas tuts keyboard laptopnya. Memperbaiki setiap kesalahan yang dia lakukan pada skripsinya. Di tengah kesibukannya mengetik, suara Rika memecah konsentrasinya.
“Flo!!! Kamu jangan keterlaluan kali ini!!”, teriak Rika dari arah pintu kamarnya.
Flo hanya berbalik sekilas, lalu kembali sibuk menggeluti laptopnya. Jemarinya tidak berhenti bergerak, walaupun kali ini mulutnya ikut bergerak dan menimpali perkataan sahabatnya itu, “keterlaluan bagaimana? Kamu kenapa sih? Kamu lapar?”.
“Ya ampun!”, Rika memukul jidatnya sendiri. “Kamu memang gadis paling dingin yang pernah saya kenal, Flo!! Ayolah, sekali ini, berilah dia kesempatan. Hanya makan malam biasa kok. Kamu jangan terlalu keras dengan dirimu sendiri!!”, lanjut Rika menjelaskan hal yang belum dimengerti Flo.
Flo seketika itu juga menghentikan aktifitasnya dengan laptop. Dia menghadapkan tubuhnya ke arah Rika. Memiringkan kepalanya sedikit dan berkata, “kamu bicara apa sih? Daritadi saya tidak mengerti! Makan malam apa? Kapan kamu mengajak saya makan malam,Ka? Seingatku belum pernah?”.
“Siapa yang bilang kalau saya yang mengajakmu? Maksudku, Ego. Kamu ingat Ego kan? Dia menelfonku pagi ini! Bukan hanya pagi ini, kemarin pagi juga! Bukan kemarin saja, tapi sejak dia memberimu nomor ponselnya! Dan kamu tau? Itu sudah dilakukannya sejak seminggu! Oh my God, Flo!!!”, jelas Rika sambil menjambak rambutnya sendiri. Dia terlalu gemas dengan sahabatnya ini. Seseorang yang paling dia perdulikan sejak pertama mereka saling kenal. Seseorang yang dia tau, tidak pernah jatuh cinta terhadap siapapun.
“What? Oke. Kamu jelaskan pelan-pelan yah. Saya tidak mengerti satupun perkataanmu, Ka. Kamu ngomongnya terlalu cepat. Saya tidak bisa mencerna kata-katamu dengan baik. Mungkin karena saya lapar yah? Oh iya. Kamu pasti belum makan. Kita sarapan sambil kamu menjelaskan perkataanmu tadi yah. Kamu harus mencoba nasi goreng buatanku. Enak loh. Hehe”, kata Flo tanpa memperdulikan Rika yang sedari tadi frustasi di depan pintu kamarnya.
Sambil menyiapkan sarapan, Flo membuatkan Rika teh hangat. Menurutnya teh hangat dapat meredam emosi sahabatnya. Sambil menyodorkan teh hangat dan sepiring nasi goreng, Flo tersenyum kepada Rika. Dia pun mendengarkan penjelasan sahabatnya ini dengan seksama.
Ego selama ini menunggu telefon dari Flo. Tapi karena Flo tak kunjung menelefonnya sejak hari itu, dia berusaha menghubungi Rika. Dia sudah tau hal ini akan terjadi. Bahwa Flo tidak akan menghubungi atas alasan gengsi seorang perempuan. Namun, Ego tidak habis akal. Saat Flo pingsan, dia meminta nomor ponsel Rika. Dia juga memiliki nomor Flo, tapi demi menjaga perasaan Flo, dia tidak ingin menghubungi duluan. Dia takut dikira terlalu bersemangat walaupun sebenarnya memang benar.
Nasi goreng dipiring Rika tandas tak bersisa. Dia memang paling menyukai nasi goreng buatan sahabatnya ini. Nasi gorengnya habis, penjelasannya pun selesai. Akhirnya Flo dapat mengerti. Bahwa selama ini, perasaannya berbalas. Dia sebenarnya sangat ingin menelfon Ego. Menanyakan kapan mereka bisa makan bersama. Namun dia berusaha melupakan keinginannya itu. Dia takut menghadapi kekecewaan. Walaupun itu sebenarnya hanya dalam angannya. Belum terbukti. Hingga pagi ini, Rika datang kehadapannya dan menjelaskan semuanya. Bahwa Ego juga menginginkan hal yang sama. Menginginkannya dengan sangat.
Kali ini, tanpa berpikir panjang, Flo menekan nomor ponsel Ego dan menunggu nada tunggu. Selama menunggu Ego mengangkat telfonnya, jantungnya berdetak sangat kencang. Iramanya tak beraturan. Membuat nafasnya tersengal saat mendengar suara berat seorang pria berbicara diseberang sana.
“Halo? Flo?”, jawab Ego.
“Iya, Ego. Ini saya, Flo”.
“Saya sudah lama menunggu telefonmu. Kamu sehat kan?”
“Iya, Go. Saya sehat. Kamu?”.
“Saya sakit, Flo. Sejak ketemu kamu, saya sakit. Saya tidak tau harus bagaimana sejak melihat kamu tersenyum ke arahku. Errrrggh, maaf saya sudah berbicara sesuatu yang tidak masuk akal. Saya boleh bertanya satu hal, Flo?”, tanya Ego.
“Iii,ii,iya boleh”, jawab Flo bingung.
“Kamu mau kalau saya jemput sekarang di kost-an?”.
“Maaf Ego, tapi kita mau kemana?”
“Please. Kamu jangan menolak saya kali ini, Flo! Tunggu saya, 15 menit lagi saya akan tiba di sana”.
Tut..tut..tut.. .
Ego memutuskan pembicaraan dan tidak menunggu sampai Flo mengiyakan ajakannya. Flo yang keras kepala dan dingin terhadap lawan jenis seketika saja mengganti pakaiannya. Dia bahkan tidak menunggu untuk meminta izin sahabatnya. Rika membalas senyumannya dengan anggukan mantap. Flo yang masih bingung dengan apa yang terjadi dan apa yang akan dia hadapi, tetap saja mempersiapkan segalanya dengan sempurna. Dia tetap menggunakan pakaian terbaiknya dan merias wajahnya seperti biasa. Dia tidak kehilangan seleranya sama sekali. Flo duduk di ruang tamu sambil menunggu jemputan Ego. Dalam hati, dia bertanya-tanya apa yang diinginkan Ego darinya. Padahal waktu itu, mereka hanya saling tersenyum. Senyum yang tidak pernah Flo peruntukkan pada Ego. Namun Ego tidak menangkap maksud yang salah itu sama sekali. Flo hanya mengikuti nalurinya saja. Seperti ada yang mengganjal jika dia tidak mengikuti keinginan Ego. Dia harus tau apa yang akan terjadi selanjutnya.
Klakson mobil Ego memekakkan telinga Flo yang hampir saja tertidur dikursi ruang tamu kost-annya. Dia segera bangkit dan menuju ke arah mobil Ego. Ego turun dan membukakan pintu untuknya. Romantis. Yup. Sama seperti pikiran Flo. Dia tidak terlalu kaget ataupun takjub. Dia sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini dalam angannya.
Sambil melemparkan senyum simpul ke arah Ego, dia masuk dan duduk dengan jantung berdetak tak keruan. Menunggu Ego masuk dan duduk dibalik kemudi. Tepat beberapa sentimeter di sampingnya. Dia kembali berbalik ke arah Ego dan tersenyum manis. Ego juga ikut tersenyum. Senyum yang sangat bahagia menurut Flo. Menurutnya ini aneh.
Sepanjang perjalanan, Flo hanya terdiam. Berusaha memikirkan kalimat terbaik yang bisa dia lontarkan. Supaya tidak terlihat bodoh, pikirnya. Dia tidak ingin merusak suasana dengan mengatakan hal-hal bodoh. Kali ini, Ego yang memecahkan kesunyian setelah beberapa menit dalam diam.
“Maaf ya Flo. Saya sepertinya terlalu lancang sama kamu. Tiba-tiba muncul dan menjemputmu dengan kurang ajarnya”, kata Ego.
“Tidak apa-apa kok. Saya juga minta maaf baru menghubungi setelah sekian lama. Saya sebenarnya tidak ingin mengganggumu”, Flo menjelaskan.
“Hah? Kamu sama sekali tidak mengganggu. Bahkan saya merasa terganggu selama kamu tidak menelfon. Saya selalu berpikir, mungkin saja kamu melupakanku. Dan ternyata benar. Seandainya saya tidak mendesak Rika untuk mendatangimu pagi ini. Ahh, saya tidak tau harus bagaimana jika Rika tak ada”, Ego menjelaskan dengan lancar.
Sesampainya di resto pilihan Ego, mereka memesan makanan dan duduk menunggu dalam diam. Sampai detik ke 2700, Flo sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun. Kali ini dia hanya sibuk memandang wajah pria yang duduk dihadapannya ini. Pria yang selama ini hanya ada dalam imajinasinya saja.
Makanan yang sedari tadi dihidangkan dihadapannya, sama sekali tak tersentuh. Baik Flo maupun Ego masih sama-sama tidak mengucapkan sepatah katapun. Mereka hanya duduk terdiam, sesekali tersenyum dan saling memandangi dengan tatapan penuh arti.
Mereka bahkan tidak mengeluarkan suara apapun. Bahkan gumaman pun tidak. Karena merasa sangat gelisah, Flo tiba-tiba nyeletuk dengan nada suara tinggi. Sehingga membuat Ego terkejut. “EH, SEBENARNYA”, celetuk Flo tiba-tiba.
“Maaf, Go, saya tidak bermaksud berteriak. Saya hanya sedikit gugup, hahaha” ucap Flo sambil berderai tawa, memamerkan giginya yang rapi.
“Oh, hehe. Iya. Saya juga kaget. Sebenarnya kenapa, Flo?”, jawab Ego.
“Ehm, sebenarnya, kenapa kamu mengajakku kesini? Tiba-tiba seperti ini? Mungkinkah ada yang ingin kau sampaikan padaku?”, Flo mulai membuka pembicaraan.
“Maafkan atas kelancanganku, Flo. Tapi saya melakukan semua ini, karena saya sudah lama ingin mengajakmu makan bersama. Tapi setelah sekian lama kamu bahkan tidak pernah menghubungiku sama sekali. Saya hanya mencari tau kabarmu melalui Rika. Dia sangatlah membantuku dalam hal ini. Maafkan saya, Flo. Maaf kalau kamu tidak nyaman. Tapi semua ini saya lakukan karena.. “, ucapan Ego terhenti begitu saja.
“Karena apa, Ego?”.
“Karena, saya butuh kamu”.
“Hah? Butuh saya? Memangnya saya bisa bantu apa?”
“Kamu bisa membantu saya dalam banyak hal Flo. Banyak sekali. Bahkan untuk semua yang terjadi dalam hidupku kelak”.
“Maksudnya?”
“Intinya saya sangat membutuhkan kamu. Sangat!”
“Maaf Ego. Tapi saya bingung dengan maksudmu. Sebenarnya apa yang kamu inginkan dari saya? Kita bahkan baru bertemu dua kali. Itupun pertama kali kita bertemu, saya tidak dalam kondisi yang baik”.
“Iya, iya, saya tau. Tapi saya akan menjelaskan semuanya nanti. Intinya, izinkan saya membuatmu jatuh cinta padaku. Saya mohon Flo”.
“APA???”
“Flo! Izinkan saya. Saya mohon, kamu cukup mengiyakan saja dan semuanya akan menjadi tanggung jawab saya”.
“Maaf Ego. Saya rasa, kamu punya masalah dengan diri kamu. Oh iya, saya rasa kamu salah orang. Saya bukan perempuan seperti yang kamu inginkan. Terima kasih untuk makan siangnya. Selamat tinggal”.
Flo langsung saja beranjak pergi. Dengan langkah yang sangat cepat dia meninggalkan Ego. Tanpa menoleh sedikitpun. Ego mengejarnya dan berusaha menahan Flo untuk menyetujui apa yang baru saja dia katakan. Tapi Flo tidak bereaksi sedikitpun. Flo tidak berusaha pergi saat lengannya ditahan oleh Ego. Dia hanya berusaha untuk tidak melakukan perlawanan karena dia tau, dia tidak akan mungkin menang melawan kekuatan tangan Ego. Flo menatap Ego sekali lagi, dengan tatapan dingin yang membuat Ego melepaskan genggamannya. Ego, kali ini merendahkan suaranya, berbicara lebih lembut dan mengatakan pada Flo kalau dia telah melakukan kesalahan. Dia tidak akan memaksakan kehendaknya pada Flo kali ini. Namun, dia memiliki satu permintaan.
“Flo, masih bolehkah kita berteman?”
“Flo?”
“Iya. Masih boleh”.
“Terima kasih Flo. Saya akan berusaha menjadi temanmu yang terbaik, saya janji. Saya janji Flo”.
“Oke, sekarang saya akan pulang. Kamu juga sebaiknya pulang. Sudah hampir sore”.
“Saya akan mengantarmu pulang, Flo. Bukankah tadi saya yang menjemputmu dari rumah? Kamu masih dalam tanggung jawabku”.
“Tidak usah Ego, dari sini saya masih punya tujuan lain. Saya tidak langsung pulang ke rumah. Terima kasih dan sampai jumpa”.
“Baiklah kalau itu maumu. Hati-hati di jalan”, kata Ego akhirnya mengalah. Walaupun dengan sangat berat hati dia melepas Flo untuk pergi sendiri.
Flo pergi dalam keadaan hati yang bingung. Sebenarnya, apa yang baru saja telah terjadi padanya. Tiba-tiba saja, datang seorang pria yang menginginkannya. Meminta izinnya untuk membuatnya jatuh cinta kepada pria itu. Ini benar-benar aneh menurutnya.
bersambung..